Wargata.com, Sulsel – Proyek revitalisasi SMKN 1 Pinrang senilai Rp3,3 miliar yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2025 kembali menuai sorotan. Selain soal transparansi informasi, keterlibatan pekerja dari luar daerah juga dipertanyakan karena dinilai menyalahi pedoman pelaksanaan program.
Kepala SMKN 1 Pinrang, Drs. Latuwo yang dikonfirmasi, mengakui bahwa pekerja proyek bukan sepenuhnya berasal dari masyarakat lokal. "Itu tukang dari Bulukumba sudah tinggal di teppo wilayah Pinrang karena beristri orang Pinrang dan Sebagian pekerja diambil dari Takalar untuk bantu-bantu", Kutip Ucapan Latuwo via Telpon Genggam baru-baru ini, Kamis, (18/9/2025).
Sementara itu, Aktivis pemerhati pendidikan, Umar mengungkapkan, dalam Pedoman Program Revitalisasi Satuan Pendidikan ditegaskan bahwa tenaga kerja lokal harus menjadi prioritas. Kebijakan itu dimaksudkan untuk mendukung kelancaran proyek sekaligus memberdayakan masyarakat sekitar agar perputaran ekonomi juga dirasakan langsung oleh warga.
Aktivis pemerhati pendidikan, Umar, menilai langkah tersebut jelas bertentangan dengan semangat program. “Kalau sampai tenaga kerja diambil dari luar, apalagi dengan anggaran fantastis Rp3,3 miliar, itu artinya instruksi Kemendikdasmen diabaikan. Padahal jelas, pekerja lokal harus jadi prioritas,” tegas Umar.
Sorotan lain muncul terkait pemasangan papan informasi proyek. Berdasarkan pantauan, papan proyek justru ditempatkan di dalam area sekolah, bukan di depan yang mudah diakses publik. Latuwo beralasan hal itu dilakukan agar papan tidak cepat rusak. Namun, Umar menilai alasan tersebut tidak masuk akal dan justru memperkuat dugaan minimnya transparansi.
“Publik harus tahu detail proyek yang anggarannya miliaran rupiah ini. Jangan seolah-olah disembunyikan. Apa gunanya papan proyek kalau dipasang di tempat yang tidak bisa dilihat orang luar?” kritik Umar.
Proyek revitalisasi ini sendiri mencakup rehabilitasi 27 ruang kelas, 1 ruang perpustakaan, 1 ruang bimbingan konseling, serta pengecatan gedung kantor. Waktu pelaksanaan ditetapkan 122 hari kalender, terhitung sejak 23 Juli hingga 23 November 2025.
Dengan sederet kejanggalan tersebut, Umar mendesak aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan, untuk turun tangan melakukan pengawasan ketat. “Jangan tunggu ada masalah baru bergerak. Proyek pendidikan yang dananya besar ini sangat rawan diselewengkan,” pungkasnya
(MW/TW)